Sabtu, 13 Oktober 2012

Suatu Kisah : Meja Kayu

-->

Suatu ketika, seorang kakek yang sudah sangat tua harus tinggal bersama di rumah anaknya. Selain itu tinggal pula menantu dan cucunya yang berusia enam tahun. Tangan orangtua ini sudah begitu rapuh dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya pun sudah sangat buram, dan berjalannya pun sudah tertatih-tatih. Keluarga ini biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang kakek yg sudah mulai pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yg bergetar membuatnya susah untuk menyuap makanan. Sendok dan gerpu kerap jatuh. Saat si orangtua ini meraih gelas, segera saja air yg ada di dalamnya tumpah membasahi taplak meja.

Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. “Kita harus lakukan sesuatu”, ujar sang istri, “aku sudah bosan membereskan semuanya untuk orangtua ini.” Lalu, kedua suami-istri ini pun sepakat untuk membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Di sana sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan.

Karena sering memecahkan piring, anak dan menantunya juga sepakat untuk memberikan mangkuk kayu untuk si kakek tua ini. Saat keluarga itu sibuk dengan makan malam, mereka sering mendengar isak tangis sang kakek dari sudut ruangan. Terlihat juga air mata yg tampak mengalir dari gurat keriput mata si kakek tua itu. Akan tetapi, hal ini sama sekali tidak menyentuh hati anak dan menantunya, malah selalu saja kata yg keluar dari anak san menantunya ini adalah omelan agar dia tidak menjatuhkan makanan lagi.

Cucu si kakek yg baru berusia enam tahum sering dibuat tertegun memandangi semua perlakuan orangtuanya. Sampai pada suatu malam, ayah si anak tanpa sengaja mmelihat anaknya sedang bermain dengan peralatan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu.

“Sayang, kamu sedang membuat apa?”

Lalu dengan lugunya anak ini menjawab,

“Aku sedang membuat meja kayu untuk makan ayah dan ibu nanti kelak kalau aku sudah besar. Meja itu nanti akan aku letakkan di sudut sana, dekat tempat kekek bisa makan”.

Sungguh jawaban anak ini telah membuat kedua orang tuanya sangat terpukul, mulut mereka terkunci rapat dan tak mampu berkata-kata lagi. Perlahan air mata pun mulai menitik membasahi kedua pipi suami-istri itu. Walau tak ada kata2 yg terucap, tapi mereka kini benar-benar telah menyadari ada sesuatu yg salah yg telah mereka lakukan pada orangtua mereka. Pada malam itu juga, mereka menuntun tangan orangtuanya untuk kembali makan bersama di meja makan. Tak ada lagi omelan yg terucap, kini mereka makan bersama lagi di meja utama dengan bahagia.

Anak adalah cermin dari perilaku orangtua sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar